PROSESI ADAT PERKAWINAN BETAWI
Adat betawi sedemikian mengatur bagaimana proses pernikahan. Dimulai
sejak proses pria dan wanita mencetuskan keinginan untuk berketurunan,
hingga proses hubungan seks suami dan istri. Kemudian pada tahap
‘berume-rume’ (berumahtangga) dikenal istilah ‘ngedelengin’, yaitu upaya
menemukan kesamaan visi dan misi antara lelaki dan perempuan dalam
rangka membina rumah tangga.
Untuk mencapai jenjang berumah tangga, orang betawi harus melalui
beberapa proses. Proses tersebut di antaranya Mak Comblang (Ngedelengin)
yang merupakan proses perkenalan calon atau masa pacaran atas
sepengetahuan dan persetujuan orang tua. Kemudian, apabila dirasa cocok
maka akan dilangsungkan prosesi Ngelamar (Nglamar). Dalam masyarakat
betawi berarti pernyataan dan permintaan resmi dan pihak keluarga
laki-laki untuk melamar wanita kepada pihak keluarga wanita. Selanjutnya
ialah Bawa Tande Putus, yaitu memberikan barang atau biasanya berupa
cincin belah rotan kepada none calon mantu sebagai tanda bahwa si gadis
telah terikat dan tidak bisa diganggu gugat lagi oleh pihak lain.
Setelah semua proses dilakukan, maka Akad Nikah kemudian dilaksanakan
untuk meresmikan pasangan laki-laki dan perempuan.
Sebelum diadakan akad nikah secara adat, terlebih dahulu harus dilakukan rangkaian pra-akad nikah yang terdiri dari:
- Masa dipiare, yaitu masa calon none mantu dipelihara oleh tukang piara atau tukang rias. Masa piara ini dimaksudkan untuk mengontrol kegiatan, kesehatan, dan memelihara kecantikan calon none mantu untuk menghadapi hari akad nikah nanti.
- Acara mandiin calon pengantin wanita yang dilakukan sehari sebelum akad nikah. Biasanya, sebelum acara siraman dimulai, mempelai wanita dipingit dulu selama sebulan oleh dukun manten atau tukang kembang. Pada masa pingitan itu, mempelai wanita akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar pernikahannya kelak berjalan lancar.
- Acara tangas atau acara kum. Acara ini identik dengan mandi uap yang tujuanya untuk membersihkan bekas-bekas atau sisa-sisa lulur yang masih tertinggal. Pada prosesi itu, mempelai wanita duduk di atas bangku yang di bawahnya terdapat air godokan rempah-rempah atau akar pohon Betawi. Hal tersebut dilakukan selama 30 menit sampai mempelai wanita mengeluarkan keringat yang memiliki wangi rempah, dan wajahnya pun menjadi lebih cantik dari biasanya.
- Acara ngerik atau malem pacar. Dilakukan prosesi potong cantung atau ngerik bulu kalong dengan menggunakan uang logam yang diapit lalu digunting. Selanjutnya melakukan malam pacar, di mana mempelai memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.
Setelah rangkaian tersebut dilaksanakan, tibalah pada pelaksanaan
akad nikah. Calon tuan mantu berangkat menuju rumah calon none mantu
dengan membawa rombongan yang biasa disebut rudat. Mempelai pria dan
keluarganya mendatangi kediaman mempelai wanita dengan menggunakan
andong atau delman hias. Kedatangan mempelai pria dan keluarga tersebut
ditandai dengan petasan sebagai sambutan atas kedatangan mereka.
Sedangkan barang yang dibawa pada akad nikah tersebut antara lain:
- sirih nanas lamaran
- sirih nanas hiasan
- mas kawin
- miniatur masjid yang berisi uang belanja
- sepasang roti buaya
- sie atau kotak berornamen Cina untuk tempat sayur dan telor asin
- jung atau perahu cina yang menggambarkan arungan bahtera rumah tangga
- hadiah pelengkap
- kue penganten
- kekudang artinya suatu barang atau makanan atau apa saja yang sangat disenangi oleh none calon mantu sejak kecil sampai dewasa
Pada prosesi ini mempelai pria betawi tidak boleh sembarangan
memasuki kediaman mempelai wanita. Maka, kedua belah pihak memiliki
jagoan-jagoan untuk bertanding, yang dalam upacara adat dinamakan “Buka
Palang Pintu”. Pada prosesi tersebut, terjadi dialog antara jagoan pria
dan jagoan wanita, kemudian ditandai pertandingan silat serta
dilantunkan tembang Zike atau lantunan ayat-ayat Al Quran. Semua itu
merupakan syarat di mana akhirnya mempelai pria diperbolehkan masuk
untuk menemui orang tua mempelai wanita.
Pada saat akad nikah, mempelai wanita Betawi memakai baju kurung
dengan teratai dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita
dihias sanggul sawi asing serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta
hiasan sepasang burung Hong. Kemudian pada dahi mempelai wanita diberi
tanda merah berupa bulan sabit yang menandakan bahwa ia masih gadis saat
menikah.
Sementara itu, mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat,
hem, jas, serta kopiah, ditambah baju gamis berupa jubah Arab yang
dipakai saat resepsi dimulai. Jubah, baju gamis, dan selendang yang
memanjang dari kiri ke kanan serta topi model Alpie berari harapan agar
rumah tangga selalu rukun dan damai.
Setelah upacara pemberian seserahan dan akad nikah, mempelai pria
membuka cadar yang menutupi wajah pengantin wanita untuk memastikan
apakah benar pengantin tersebut adalah dambaan hatinya atau wanita
pilihannya. Kemudian mempelai wanita mencium tangan mempelai pria.
Selanjutnya, kedua mempelai diperbolehkan duduk bersanding di pelaminan
(puade). Pada saat inilah dimulai rangkaian acara yang dikenal dengan
acara kebesaran. Adapun upacara tersebut ditandai dengan tarian kembang
Jakarta untuk menghibur kedua mempelai, lalu disusul dengan pembacaan
doa yang berisi wejangan untuk kedua mempelai dan keluarga kedua belah
pihak yang tengah berbahagia.
Menariknya dalam adat betawi, setelah pasangan memepelai resmi
berstatus suami dan istri, mereka tidak langsung bisa melakukan hubungan
badan. Aturannya ialah sang istri harus jual mahal terhadap ajakan
suami untuk melakukan hubungan intim, sehingga sang suami harus melwati
‘malem negor’, yakni merayu sampai sang istri luluh hatinya dan mau
diajak masuk kamar. Tak hanya dengan sekadar kata-kata, ‘uang tegor’ pun
menjadi bagian dari bujuk rayu sang suami.
Comments